October 25, 2008

Eurika, here is Tuban beach near WBL

In my eyes this picture is lovely. The wheather was sunny and hot. My family and I were all in the car. I took this picture while driving to Wisata Bahari Lamongan. This resort is quite popular in East Java. Thousands people come and go to the place.


Years ago, only Tanjung Kodok which was known by people. Later, Maharani Cave became a deposit. Now, people fave a modern Wisata Bahari Lamongan.

Mestikah aku menjauh

Ada perubahan dalam diriku. Hal ini terjadi sejak seseorang yang pada saat itu menjabat menjadi kepala sekolah menuliskan es-em-es yang menyalahkan kegiatanku menuliskan sesuatu di blog. Prinsipnya, blog yang aku bangun adalah blog untuk berpikir dan berbicara. Aku boleh menanggapi persoalan apa saja di lingkungan hidupku, termasuk yang lekat dengan pekerjaanku sebagai guru. Kondisi manajemen sekolah yang mendorong semangatku menulis di blog. Dan, pada akhirnya tulisan yang aku buat dibacanya. Kepala sekolah marah-marah. Katanya, aku terlalu banyak menyakiti orang lain mulai dia sendiri, guru, karyawan dan murid-murid di sekolah. Dengan marah pula dia menyebarkan informasi serta persoalan yang dipikirkannya tentang aku. Begitu marahnya, akhirnya dia berusaha menuliskan sebuah surat laporan ke kantor departemen agar aku dipindahkan entah kemana.


Aku tidak terlalu menanggapi kejadian itu. Tetapi banyak orang di sekitarku yang memancing omongan tentang laporan tersebut. Aku hanya diam. Pasalnya bagiku tidaklah pantas seorang atasan berusaha menyelesaikan persoalan yang terjadi dengan bawahan hanya melalui gunjingan dan es-em-es. Aku maunya diajak bicara. Selama kasus itu muncul, dan ketika aku bertemu dengan dia, persoalan yang merenggangkan hubunganku dan dia tidak dibahas. Kami bertemu dan membicarakan masalah-masalah yang lain. Mengapa dia tidak bersikap terus terang? Aku tidak mengerti. Kasus berlanjut, surat terkirim dan kitanya masih bersitegang untuk beberapa saat lamanya.

Aku tidak berusaha untuk menjelaskan apa-apa yang aku tuliskan di blog. Biarkan dia sendiri yang mencari, meski dia atasanku.

Tak perlu berkomentar

Yang jelas sudah terlalu banyak orang pinter di sekeliling kita. Dengan latar belakang yang tidak selalu sama, masing-masing bisa memilih peranan apapun yang menurut dia bagus dan benar. Lihat saja apa yang terjadi. Kali ini bukan tanggung jawab kita untuk bersuara. Posisi diri sebagai pengamat, tapi jangan sekali-kali berkomentar.


Banyak resikonya kalau kita nanti ikut menyumbangkan suara sumbang. Kondisi sekolah kita--kepala sekolahnya, wakil kepalanya, guru-gurunya, karyawan dan siswa baru tahapan tertatih-tatih mencari pijakan yang pas untuk menguak tabir sukses menjadi sekolah unggulan. Potensi kita punya. Gagasan, ide dan pemikiran ke arah yang lebih baik bermunculan dari sana-sana. Alur komunikasi yang belum lancar. Kita membutuhkan operator handal untuk menyalurkan segala macam informasi dari atas ke bawah, dari bawah ke atas, dari samping kiri ke kanan, dari kanan ke kiri serta bagaimana cara memutarnya menjadi pusaran yang nyata dan kuat. Tanpa kontrol dan pengaturan yang baik tentunya kesemuanya itu hanya merembes dan bocor lalu hanya menjadi gosip, gosip dan gosip. 

Kita membutuhkan petani yang bisa memilah-milah ide-ide cemerlang  kemudian membawanya ke tempat persemaian yang subur. Hanya menampung gagasan tidak terlalu bermakna. Ide dan pemikiran yang baik dan bermunculan dengan subur harus dipupuk, disiangi dan dirawat dengan baik agar tidak lantas mati mendadak. Petaninya harus  mampu menata dengan apik bedengan-bedengan yang akan digunakan untuk membesarkan benih tersebut. Pengairannya harus pula diupayakan secara nyata. Cari pula trik-trik yang pernah digunakan oleh para petani yang sudah terbukti sukses.

Tak perlu komentar. Sekolah ini hanya membutuhkan karya nyata, dengan semangat dan jiwa mendidik,  sehingga bukan perselingkuhan yang lantas subur adanya. Bukan kawan bukan lawan, inilah suaranya ketika guru bicara.




October 24, 2008

Mampu berkata tidak

Satu pelajaran sederhana dalam hidup yang bisa kita terapkan dalam perilaku kita sehari-hari adalah 'mampu berkata tidak'. Mengapa pelajaran ini penting di sini? Sebab banyak sekali orang yang tidak berani mengutarakan pendapat dan pandangannya, dan karena khawatir dikatakan tidak mengikuti kemauan pimpinan atau musyawarah, dengan serta merta ia akan mengiyakan beberapa pilihan atau ketentuan yang sudah diajukan. Akhirnya, konsekuensi dari pernyataan itulah yang menjadi bumerang dalam perjalanan hidup sehari-hari ataupun karirnya.


Keberanian berpendapat dan konsisten dengan pendapat yang sudah mengemuka menjadi faktor terpenting dalam proses bersosialisasi dengan komunitas formal maupun informal. Banyak yang tidak memahami pentingnya persoalan ini. Lantaran tidak faham, misalnya, seseorang akan berkata: "Ya, terserahlah. Silahkan dicoba dulu. Nanti kita pertimbangkan kemudian". Ini biasa yang diucapkan oleh pimpinan yang ingin bersikap demokratis dan memberi tempat untuk salah satu usulan yang ada. Sikap ini saya anggap keliru. Karena sebuah komunitas sekecil apapun memiliki tujuan dan harapan, janganlah sebuah keputusan dilakukan dengan dasar coba-coba. Dalam bahasa kerennya, kita perlu merujuk sumber-sumber yang lebih baik dan bisa dipercaya dan harus memperhatikan dampak lingkungan (amdal) dari keputusan yang akan ditetapkan. Sebuah keputusan jangan diterapkan dengan ungkapan, "Ya, silahkanlah. Saudara yang lebih ahli dalam hal ini." Kita harus tahu lebih banyak analogi dan rasionalnya pandangan dan usulan yang dikemukakan oleh seseorang.

Dalam posisi sebagai bawahan, layaknya juga kita selalu waspada dengan ketentuan yang muncul dari pihak pimpinan. Tidak bermaksud menentang terhadap semua kebijakan yang ada, namun lebih kepada menimbang kemampuan pribadi dan komunitas untuk menjalankannya. Kalau seluruh anggota komunitas menyetujui apa saja yang sudah dibicarakan oleh pimpinan

October 22, 2008

Mulai dari diri sendiri

Maukah anda memahami keadaan orang yang tidak mau menuruti pandangan-pandangan yang sudah susah payah anda utarakan kepadanya. Orang yang bersangkutan tidak mau menurut hampir semua pandangan anda. Hal ini bisa jadi terjadi di lingkungan kecil, yaitu keluarga kita sendiri. Anda bicara, tetapi istri atau anak anda tida mau mengerti. Apakah anda masih bisa memahami penolakan mereka?

Kondisi seperti ini dianggap sangat wajar dan biasa terjadi dalam budaya berkomunikasi yang kita kembangkan. Bisa jadi ketika kita masuk ke dunia kerja yang jelas lebih besar dari sekedar lingkungan keluarga. Penolakan orang-orang di sekitar terhadap apa-apa yang kita pikirkan sangat menyakitkan hati dan membuat kita kecewa serta frustasi.

Ungkapan yang sering muncul orang lain membantah pandangan kita bisa diutarakan seperti: "Kamu sendiri bagaimana?!" Atau dengan jelas dikatakan, "Gagasan yang bapak sampaikan memang bagus, tapi kondisi kita kali ini belum memungkinkan untuk melaksanakan program yang semacam itu." Anda sedikit ngotot tentang baiknya pendapat anda. Mereka pun lebih sigap untuk menolak. Anda berkeyakinan kalau mereka tidak mau menerima pandangan orang lain dan selalu bersikukuh dengan kondisi-kondisi yang sudah lama berjalan. Perubahan yang selalu harapkan pun tidak kesampaian.

Sikap positif dalam menerima pandangan orang lain tidak selalu muncul komunikasi antar manusia. Tidak selalu ada sambutan baik kepada ide-ide yang baru muncul dan belum terbukti. Inilah yang terjadi kelompok sosial yang baru mengalami proses pendewasaan--artinya mereka belum begitu dewasa. Pertanyaannya adalah: bagaiamana kita menghadapi kondisi semacam ini?

Mulailah dari diri sendiri



Disiplin di sekolah

Apakah anda merasa berdisiplin dalam mengelola sekolah? Bagaimana anda menerapkan disiplin di sekolah anda? Bagaimana cara anda anda memunculkan peraturan yang harus dipatuhi banyak siswa dan guru? Apakah disiplin yang anda terapkan tidak memiliki dampak psikologis bagi warga sekolah--termasuk guru, karyawan dan siswa anda?

Berdisiplin di sekolah memiliki konteks pembelajaran kepada seluruh warga sekolah tanpa adanya pengecualian. Adagium bahwa guru itu digugu dan ditiru sangat berlaku di sini. Sementara itu, setiap item peraturan yang muncul dalam wacana persekolahan dan kemudian diterapkan dalam kehidupan budaya sekolah, seyogyanya dibahas dalam musyawarah warga sekolah. Penerapan sebuah peraturan di sekolah sangat membutuhkan legalitas warga sekolah. Proses ini menjadi suatu bagian yang memanusiakan warga sekolah dan memberikan nilai positif terhadap wujud keberadaan mereka berkiprah di sekolah anda.

Apakah persoalan ini menjadi bahan pemikiran anda sendiri atau seluruh warga sekolah?

Study Banding

Berbagai sekolah unggulan menjamur di negara ini. Para manajer sekolah berlomba-lomba ikut memberikan label tertinggi untuk sekolahnya. Standar tertinggi untuk sekolah unggulan adalah bila sudah menyandang label 'standar internasional', dan di bawahnya ada label 'standar nasional'.

Sekolah yang bukan unggulan harus cukup sadar diri untuk puas dengan label terdaftar atau diakui. Usaha mati-matian untuk mendulang label tertinggi bagi sekolah yang memang tidak ada proyek 'sekolah unggulan' masih jauh dari jangkauan.

Para manajer sekolah yang memiliki antusiasme tinggi akan rajin mengadakan study banding ke sana dan ke sini. Berapa pun biaya study banding yang dilaksanakan, harus disedikan. Para manajer sekolah menikmati perjalanan study banding dengan berbagai fasilitas sekolah mulai transport, akomodasi dan uang saku. Semua fasilitas tersebut akan masuk ke dalam kantung pribadi dan team.

Bagaimana hasil dari study banding tersebut? Semuanya mungkin dicatat dan dipak dalam benak dan buku pribadi anggota team study banding. Bagaimana hasil-hasil study banding tersebut dilaksanakan? Semuanya terserah kepada pimpinan team. Apakah study banding itu bisa memberikan dampak positif kepada sekolah? Semua terserah kepada komunitas sekolah dan visi serta misi kepala sekolah.

Study banding adalah proses menggali ilmu khusus tentang kelebihan sekolah lain. Yang akan didapatkan dalam study banding adalah informasi-informasi penting yang sebenarnya bisa digali di lingkungan sekolah asal. Study banding harusnya menjadi proses penggalian yang utuh dan tidak disisipi dengan niatan mengambil keuntungan tidak populis--cuma jalan-jalan misalnya. Hasil study banding perlu diselaraskan dengan kondisi riil di sekolah dan kemudian diimbuhi dengan perencanaan-perencanaan matang tentang apa dan bagaimana program ke depan akan dijalankan. Kalau study banding hanya menjadi bahan obrolan, sebaiknya tidak usah saja. Misalkan study banding belum bisa menciptakan pelangi di sekolah asal perlu diselidiki apa yang sebenarnya 'missing' dalam pelaksanaannya.